Indonesia: Serikat Buruh dan Media

Indonesia memiliki budaya berbagi informasi yang kuat dan secara umum kebebasan informasi terbuka lebar di negara ini. Sehingga ketika rezim Suharto jatuh pada tahun 1998 protes sebagai bentuk ekpresi kebebasan meningkat drastis. Sementara, TV Talk Show tentang politik menjadi program rutin dan menyedot perhatian jutaan pemirsa khususnya ketika pemerintah memberikan ijin untuk lahirnya TV swasta (nasional) pertama pada tahun 1989 untuk ‘mendampingi’ televisi pemerintah (TVRI).

Kalau kita mengamati lebih dalam lagi demontrasi, pawai dan rally protes atas berbagai aspek kehidupan di Indonesia sering dijumpai dimanapun dan menjadi hal yang biasa untuk melawan otoritas dan pihak lawan lainnya. Tak terkecuali para buruh dan serikat buruhnya menggunakan haknya dalam pelaksanaan kebebasan berekpresi dan kebebasan berserikat, tidak ada data yang jelas untuk menyebutkan mogok dan unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh dan serikat buruhnya, tetapi dalam skala nasional, daerah ataupun tempat kerja terjadi peningkatan yang signifikan protes/unjukrasa/mogok terhadap ketidakpuasan ditempat kerja. Ada beberapa faktor yang mendorong para pekerja melakukan unjukrasa/protes/mogok di Indonesia: kenaikan gaji dan upah minimum, pemberian bonus hari raya, penghapusan kontrak kerja dan outsourcing, jaminan sosial tenaga kerja, pembayaran gaji (tepat waktu), union busting, pemecatan dan syarat serta kondisi kerja lainnya yang tidak dipenuhi oleh majikan. 

Unjukrasa dan mogok menjadi senjata ampuh bagi buruh dan serikat buruhnya untuk memperjuangkan tuntutannya, walaupun sering tindakan mereka dianggap merugikan orang lain ataupun masyarakat karena menghambat ekonomi dan perdagangan ataupun ketertiban sosial. Media sendiri juga tidak mendukung sepenuhnya aksi mereka, selain karena dominasi kepemilikan media dimiliki oleh kelompok konservatif liberal dan juga karena berita perburuhan dianggap bukan headline news yang menarik.

Sebenarnya, meningkatnya tindakan buruh dan serikat buruh dalam melakukan unjukrasa/protes/mogok disebabkan oleh ditorsi komunikasi antara buruh dan pengusaha. Ditorsi komunikasi buruh dan pengusaha disebabkan oleh paradigma yang memarginalkan working class (Uwiyono, 2001).

Buruh memiliki kekuatan massa melalui serikat buruhnya untuk berjuang bagi pelaksanaan hak-hak mendasar dan fundamental ditempat kerjanya. Tetapi tidak banyak yang menggunakan kemajuan teknologi komunikasi khususnya komunikasi melalui komputer beserta perangkat “super” internet untuk membangun dan mengkampayekan pekerjaan serikat buruh. Pengguna internet di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, lebih dari 30 juta orang di Indonesia adalah pengguna internet. Tetapi, hanya sedikit sekali serikat buruh yang memiliki situs web (website) kalaupun memiliki tidaklah diurus dan diperbaharui secara rutin dan baik.

Mereka menggunakan email tetapi untuk melakukan komunikasi tetapi masih sebatas penggunaan individu, karena tidak semua kantor serikat buruh memiliki komputer yang layak dan akses internet. Biarpun dimana-mana telah menjamur warung/café internet murah tetapi mungkin tidak semuanya mampu menggunakan perangkat komunikasi ini. Mengingat demografi wilayah Indonesia sebenarnya, koordinasi dan kerja serikat buruh menjadi lebih murah dan cepat, dibandingkan mengadakan pertemuan dalam satu kota tertentu untuk mengumpulkan mereka yang tentunya membutuhkan biaya sangat besar. Dengan komputer dan internet, akan sangat mungkin bagi serikat buruh untuk menciptakan ‘virtual labour movement network’ khususnya bagi serikat buruh yang mengalami hambatan anggaran. Tentunya tidaklah mudah mengadopsi kemajuan teknologi informasi ini kedalam agenda serikat pekerja., dibutuhkan political will yang kuat dari pemimpin serikat buruh tersebut dan juga mereka harus melek dan tanggap teknologi.

Eric Lee, penulis buku tentang “the labour movement and the internet: the new internationalism” (1997), menjelaskan bahwa internet menyediakan lingkungan baru dimana gerakan buruh akhirnya mencapai solidaritas internasional. Anggota serikat buruh dimanapun mereka berada sekarang akan bisa memfasilitasi aktifitas mereka, melakukan diskusi dan merumuskan kebijakan-kebijakan internasional yang sebelumnya dianggap tidak mungkin bisa dilakukan. Eric Lee adalah juga pendiri Labourstart, layanan situs web berita yang meliput kumpulan berita buruh diseluruh dunia

Labourstart adalah juga situs web ‘interaktif’ yang memungkinkan para buruh dan aktifis perburuhan menjadi koresponden mereka (volunteer correspondents). Disamping itu Labourstart juga membuat sistem kampaye online dengan nama ActNOW, banyak serikat pekerja/serikat buruh didunia menggunakan sarana ini. Serikat buruh Indonesia nampaknya belum menggunakan fasilitas ini, kalau toh menggunakan itupun karena difasilitasi oleh organisasi internasionalnya, seperti melalui global union federations (GUF’s).

Lalu, bagaimana dengan jejaring media sosial (social media networking) seperti facebook dan twitter? Pengguna dua social media networking ini cukup banyak karena popular, dan banyak isu tentang Indonesia menjadi Twitter’s Trending Topics List. Banyak facebook pages didedikasikan untuk perkara-perkara khusus (politik atau sosial) dan menarik banyak orang untuk bergabung, tak terkecuali serikat buruh. Tetapi sepertinya beberapa perkara yang dimunculkan hanya sekedar trend popular saja karena menurut pengamatan tidak ada tindak lanjut aksi.

Media sering menerbitkan sisi negatif pergerakan buruh dan serikat buruhnya, contohnya tindakan unjukrasa/protes sering dibuatkan judul berita yang merugikan buruh sendiri misal: “buruh mogok, rugi ratusan miliar”, “beberapa ruas jalan di Jakarta akan mengalami macet karena akan ada mogok atau demo”. Maka perlunya ditumbuhkan media progresif yang berpihak pada kepentingan pergerakan buruh dan serikat buruhnya. Media sebagai senjata perlawanan untuk kemenangan kaum buruh dan serikat buruh.

 

 

One thought on “Indonesia: Serikat Buruh dan Media

  1. Pingback: Serikat Pekerja/Serikat Buruh menggunakan Internet, Situs Web dan Jaringan Media Sosial « UNIONISM

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.